Senin, 25 April 2011

osteoporosis

Nama : St. Ulfa Fauzia Putriani Eka Irawan
2010730162
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. NIH (national Institute of health) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah. Osteoporosis  mengacu pada berkurangnya massa tulang pada proses pergantian tulang yang konstan. Keadaan ini terlihat pada manula pria dan wanita yang lebih menonjol pada wanita pasca menopause. . Keadaan ini mengakibatkan pada beberapa individu baik laki-laki maupun perempuan menimbulkan gejala, disability, dan keterbatasan kualitas hidup. Beberapa tahun terakhir perhatian terhadap osteoporosis makin meningkat terutama akibat meningkatnya harapan hidup yang menyebabkan manula makin banyak serta pemakaian obat-obat berjangka lama yang berefek samping osteoporosis makin meningkat.

Osteoporosis dibagi 2 yaitu osteoporosis primer(involusional) dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer  adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan ossteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya. Osteoporosis primer dibagi menjadi dua yaitu osteoporosis tipe I dan osteoprosis tipe II.
Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause yang disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause.osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabknan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis. Hormon estrogen juga menonjol.
. Dari beberapa penyebab osteoporosis sekunder, steroid ( glukokortikoid/ GK ) merupakan penyebab tersering ditemukan, berkaitan dengan penggunaan GK dalam jangka panjang dalam terapi seperti asma bronkhiale, penyakit paru obstruksi, penyakit inflamasi, penyakit endokrin, keganasan bahkan postransplantasipun turut menyumbang peningkatan insidensi osteoporosis sekunder. Penelitian menunjukkan banyak penderita dengan terapi GK tidak mendapat upaya pencegahan osteoporosis, karena tidak adanya informasi tentang manfaat dan pentingnya pencegahan dalam strategi pengobatan. Oleh sebab itu dalam pengelolaan penyakit penyakit tersebut perlu pertimbangan dan pengamatan yang baik terhadap efek glukokortikoid serta upaya pencegahan osteoporosis.

Etiologi
Pada hakekatnya faktor genetik menentukan massa puncak tulang yang dicapai pada usia dewasa muda. Sesudah itu perlambatan pembentukan dan fungsi osteoblas yang berhubungan dengan perlambatan usia, menurunnya aktivitas biologis faktor-faktor pertumbuhan yang teriikat pada matriks dan menurunnya aktivitas fisik yang mengakibatkan osteoporosis tipe II(senilis). Pada osteoporosis pasca menopause juga terjadi peningkatan osteoklas yang  ditimbulkan oleh penurunan kadar estrogen serum. Berkurangnya kadar estrogen mengakibatkan peningkatan sekresi interleukin1 serta 6 (IL1 dan IL6) dan tumor nekrosis factor(TNF) oleh sel-sel monosit darah. Sitokin ini merupakan stimulator poten yang merangsang rekrutmen dan aktivitas osteoklas lewat peningkatan kadar RANK serta RANKL dan penurunan  kadar osteoprotegrin(OPG). Aktivitas kompensatorik osteoblas akan terjadi tetapi tidak mampu mengikuti kecepatan hilangnya tulang.

Epidemiologi
Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%
Gambaran klinis
Osteoporosis menyebabkan  rasa nyeri akibat mikrofraktur. Keadaan ini mengakibatkan penurunan  tinggi badan dan berkurangnya colummna vetebralis, khususnya dengan prediposisi terjadinya fraktur pada colum femoris, pergelangan tangan serta vetebra karena sebab berikut ini:
keadaan ini baru menimbulkan gejala setelah kerapuhan rangka berlanjut.
Faktor risiko
Fraktur osteoporotik akan meningkat dengan meningkatnya umur. Insidens fraktur pergelangan tangan  meningkat secar bermakna setelah umur 50-an, fraktur vetebra setelah umur 60-an dan fraktur panggul setelah umur 70-an. Pada perempuan risiko fraktur 2 kali dibandingkan laki-laki pad umur yang sama dan lokasi fraktur tertentu. Karena harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandungkan laki-lak, maka prevalansi fraktur osteoporotik akan menjadi jauh lebih tinggi daripada laki-laki.
Densitas massa tulang juga berhubungan dengan risiko fraktur. Setiap  penurunan densitas massa tulang 1SD berhubungan dengan peningktan massa fraktur 1,5-3,0. Seorang wanita yang berumur 80 tahun dengan skor T-score-1 akan memiliki risiko fraktur lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang berusia 50 tahun. Tetapi terapi yang diberikan pada wanita yang berumur 50 tahun lebih besar  diabndingkan wanita berumur 80 tahun , karena harapan hidup wanita berumur 50 tahun lebih besar. Perbedaan ras dan geografik juga berhubungan dengan risiko osteoporosis. Fraktur panggul lebih tinggi insidensnya pada orang kulit putih dan lebih rendah pada orang kulit hitam di US dan afrika selatan.
Sampai saat ini telah diketahui berbagi risisko fraktur osteoporotik selain umur dan densitas massa tulang. Misalnya risiko terjatuh pada, gangguan penglihatan imobilisasi dan gangguan sedatif akan menjadi risiko fraktur yang tinggi pada orang tua dibandingkan orang muda. Asupan kalsium yang rendah merupakan salah satu faktor risiko terjadinya fraktur panggul, walupun demikian, banyak dokter dan pasien tidak menyadarinya. Penelitian meta analisis berbasis populasi secara kohort mendapatkan berbagai  faktor risiko fraktur osteoporotik yang tidak tergantung pada BMD. Yaitu indeks massa tubuh yang rendah, riwayat fraktur, perokok, peminum alkohol berat dan arthritis reumatoid.
Glukokortikoid merupakan penyeabab osteoporosis sekunder dan fraktur osteoporotik yang terbanyak. Glukortikoid akan menyebabkan gangguan absoropsi kalsium di usus dan peningkatan eksresi kalsium lewat ginjal sehingga akan menyebabkan  hipokalsemia , hiperparatiroidisme sekunder dan meningkatkan osteoklas. Selain itu gukokortikoid juga akan menekan produksi gonadotropin, sehingga produksi estrogen menurun dan akhirnya osteoklas juga kan meningkat kerjanya. Tehadap osteoblas, glukortikoid aan menghambat kerjanya sehingga formasi tulang menurun. Dengan adanya peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas dan penurunan formasi tulang osteoblas , maka akan terjadi osteoporosis yang progresif. Berdasarkan meta analisis didapatkan bahwa  risiko fraktur panggul pada pengguna steroid meningkat 2,1-4,4 kali. Oleh sebab itu terapi osteoporosis pada pengguna steroid dapat dimulai bila T-score mencapai -1 dan BMD serial harus dilkukan tiap 6bulan, bukan tiap 1-2 tahun seperti osteoporosis primer.peminum alkohol lebih dari 2 unit/ hari juga merupakan  faktor risiko terjadinya fraktur osteoporosik dan bersifat dase dependent. Demikian juga perokok yang merupakan faktor risiko fraktur osteoporotik yang independen terhadap nilai BMD.
Beberapa penyakit kronik berhubungan dengan tulang yang rendah, apalagi bila harus diterapi dengan glukortikoid jangka panjang. Pada arthritis rematoisd, risiko fraktur osteoporosik tidak tergantung pada penggunaan glukokortikoid maupun nilai BMD.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar