Jumat, 18 Maret 2011

penyebab radang kronik (patologi)

Penyebab radang kronik


Radang kronik dapat bersifat primer, tetapi ada kalanya merupakan kelanjutan dari radang akut. Pada radang kronik primer, beberapa keadaan yang dapat menjadi etiologi adalah:

1. Infeksi virus

Infeksi intrasel apapun secara khusus memerlukan limfosit dan makrofag untuk mengidentifikasi dan mengeradikasi sel yang terinfeksi.

2. Infeksi mikroba persisten

Pajanan mikroba yang patogenisitasnya lemah namun berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan hipersensitivitas lambat yang berpuncak pada reaksi granulomatosa (salah satu contoh radang kronik). Contohnya pada infeksi Treponema pallidum.

3. Pajanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik

Agen-agen asing dapat menyebabkan radang kronik apabila terpajan dalam jangka waktu yang lama. Agen tersebut dapat berupa agen endogen (seperti jaringan adiposa yang nekrotik, kristal asam urat, tulang) dan dapat berupa agen eksogen (seperti materi silika yang terinhalasi atau serabut benang yang tertanam).

4. Penyakit autoimun

Respons imun terhadap antigen dan jaringan tubuh sendiri yang berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan radang kronik, contohnya adalah penyakit arthritis rheumatoid atau sklerosis multipel.

5. Penyakit spesifik yang etiologinya tidak diketahui

Contohnya kolitis ulseratif (penyakit radang kronik usus)

6. Penyakit granulomatosa primer

Seperti penyakit Crohn, sarkoidosis, reaksi terhadap berilium.

Sedangkan pada radang kronik yang timbul dari radang akut, progresi (perkembangan) dari radang akut atau kegagalan resolusi (perbaikan) adalah hal yang memicu terjadinya radang kronik. Jenis radang akut yang paling sering berkembang menjadi radang kronik adalah radang akut supuratif. Pus yang membentuk rongga abses serta pembuangannya yang tidak lancar (bisa juga disertai dengan penebalan dinding abses) akan menyebabkan organisasi pus sehingga tumbuh jaringan granulasi yang pada akhirnya digantikan oleh jaringan parut fibrosa.

Pembentukan radang kronik dari radang akut bisa juga disebabkan oleh adanya materi-materi asing yang tidak tercerna (resisten) selama  radang akut. Contohnya adalah keratin dari kista epidermal yang sobek atau potongan kecil tulang yang terdapat di dalam sekestrasi osteomyelitis. Benda asing ini akan menimbulkan reaksi radang kronik yang spesifik yaitu radang granulomatosa dan menyebabkan terbentuknya sel datia yaitu sel berinti banyak yang terbentuk dari makrofag.



Gambaran makroskopik radang kronik

Gambaran makroskopik umum yang sering ditemukan pada radang kronik adalah:

   1. Ulkus kronik, yaitu ulkus yang dasarnya dibatasi oleh jaringan granulasi dan fibrosa, contohnya pada ulkus peptik kronik lambung dengan luka pada mukosa.
   2. Rongga abses kronik, yaitu rongga yang terbentuk oleh pus pada radang supuratif. Contohnya osteomyelitis.
   3. Penebalan dinding rongga viskus, contohnya penebalan dinding pada kolesistitis kronik. Penebalan biasanya bersamaan dengan infiltrat sel radang kronik.
   4. Radang granulomatosa, yaitu kumpulan histiosit epiteloid sebagai akibat tidak dapat dihancurkannya substansi tertentu oleh makrofag. Contohnya pada penyakit tuberkolosis paru.
   5. Fibrosis, yaitu proliferasi jaringan fibroblas setelah sel-sel radang kronik menghilang/mereda.



Gambaran mikroskopik radang kronik

Pada radang kronik dapat ditemukan gambaran mikroskopik sebagai berikut. Infiltrat seluler terdiri dari limfosit, sel plasma dan makrofag. Beberapa eosinofil polimorf mungkin dapat ditemukan, tetapi neutrofil polimorf (yang lazimnya terdapat pada radang akut) jarang ditemukan. Beberapa makrofag dapat membentuk sel datia berinti banyak. Cairan eksudat sedikit ditemukan, tetapi mungkin ditemukan produksi jaringan ikat baru yang berasal dari jaringan granulasi. Mungkin juga ditemukan kejadian perusakan jaringan yang berkelanjutan, yang bersamaan dengan proses regenerasi dan perbaikan jaringan. Nekrosis jaringan mungkin merupakan gambaran yang mencolok, terutama pada keadaan granulomatosa seperti tuberkulosis.



Makrofag pada radang kronik

Makrofag merupakan sel yang relatif besar dengan diameter sekitar 30μm, bergerak dengan cara ameboid, memberikan respons terhadap rangsangan kemotaksis tertentu (sitokin dan kompleks antigen-antibodi) dan mempunyai kemampuan fagositik untuk mencerna mikroorganisme dan sel debris. Bila dibandingkan dengan neutrofil, makrofag memiliki jangka waktu hidup yang lebih lama dan kemampuan mencerna material yang lebih banyak jenisnya. Selain itu, makrofag dapat membatasi organisme (agen asing) yang hidup andaikata tidak mampu membunuhnya dengan enzim lisosom, contohnya adalah pada Mikobakterum tuberkulosis dan Mikobakterium lepra. Apabila makrofag kemudian ikut serta dalam reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap organisme tersebut, makrofag sering mengalami kematian dan melepaskan enzim lisosomnya sehingga menyebabkan nekrosis yang meluas.

Makrofag pada jaringan yang mengalami radang berasal dari monosit darah yang telah bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan mengalami perubahan (aktivasi) di dalam jaringan. Karena itu makrofag merupakan bagian dari sistem fagosit mononuklear. Pada jaringan ikat makrofag tersebar secara difus, sedangkan di organ dijumpai makrofag yang khas seperti sel Kupffer (hati), sel mikroglia (otak) atau makrofag alveolus (paru).

Aktivasi makrofag saat bermigrasi ke daerah yang mengalami peradangan diperlihatkan dalam bentuk ukurannya yang bertambah besar, sintesis protein, mobilitas, aktivitas fagositik dan kandungan enzim lisosom yang dimilikinya. Aktivasi ini diinduksi oleh sinyal-sinyal, mencakup sitokin yang diproduksi oleh limfosit-T yang tersensitisasi (IFN γ), endotoksin bakteri, berbagai mediator selama radang akut dan protein matriks ekstrasel seperti fibronektin.

Makrofag yang sudah teraktivasi (siap untuk menjalankan proses fagositosis) akan menghasilkan produk sebagai berikut:

    * Protease asam dan protease netral

Protase asam dan protease netral merupakan mediator kerusakan jaringan pada peradangan.

    * Komponen komplemen dan faktor koagulasi

Makrofag teraktivasi dapat mengeluarkan komponen komplemen dan faktor koagulasi, meliputi protein komplemen C1-C5, properdin, faktor koagulasi V dan VIII dan faktor jaringan.

    * Spesies oksigen reaktif dan NO

Spesies oksigen reaktif berfungsi dalam proses fagositosis dan degradasi mikroba.

    * Metabolit asam arakhidonat

Metabolit asam arakhidonat seperti prostaglandin dan leukotrien merupakan mediator dalam proses peradangan.

    * Sitokin

Sitokin seperti IFN α dan β, IL 1, 6 dan 8, faktor nekrosis tumor (TNF α) serta berbagai faktor pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi sel otot polos, fibroblas dan matriks ekstraselular.

Pada radang kronik, makrofag dapat berakumulasi dan berproliferasi di tempat peradangan. Limfosit teraktivasi akan mengeluarkan IFN- γ yang akan mengaktivasi makrofag. Makrofag teraktivasi, selain bekerja memfagositosis penyebab radang dan mengeluarkan mediator-mediator lain, juga akan mengeluarkan IL-1 dan TNF yang akan mengaktivasi limfosit, sehingga dengan demikian akan membentuk suatu timbal balik antara makrofag dan limfosit, yang menyebabkan makrofag akan bertambah banyak di jaringan dan menyebabkan terbentuknya fokus radang. Selain itu makrofag juga dapat berfusi menjadi sel besar berinti banyak disebut sel Datia.



Limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast

Selain makrofag, pada peradangan kronik juga ditemukan limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast.

Limfosit-T dan limfosit-B bermigrasi ke tempat radang dengan menggunakan beberapa pasangan molekul adhesi dan kemokin yang serupa dengan molekul yang merekrut monosit. Limfosit dimobilisasi pada keadaan setiap ada rangsang imun spesifik (infeksi) dan peradangan yang diperantarai nonimun (infark atau trauma jaringan). Telah disebutkan di atas bahwa aktivasi limfosit memiliki hubungan dengan aktivasi makrofag, menyebabkan terjadinya fokus radang akibat proliferasi dan akumulasi makrofag di tempat cedera.

Sel plasma merupakan produk akhir dari aktivasi sel limfosit-B yang mengalami diferensiasi akhir. Sel plasma dapat menghasilkan antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen di tempat radang atau melawan komponen jaringan yang berubah.

Eosinofil secara khusus dapat ditemukan di tempat radang sekitar terjadinya infeksi parasit atau bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE yang berkaitan khusus dengan alergi. Kedatangan eosinofi dikendalikan oleh molekul adhesi yang sama seperti yang digunakan oleh neutrofil dan juga kemokin eotaksin yang dihasilkan oleh sel leukosit atau sel epitel. Granula eosinofil mengandung suatu protein disebut MBP (major basic protein), yaitu suatu protein kationik bermuatan besar dan bersifat toksik terhadap bakteri.

Adapun sel mast merupakan sel yang tersebar luas dalam jaringan ikat dan dilengkapi oleh IgE terhadap antigen tertentu. Apabila terpajan dengan antigen tersebut, maka sel mast akan mengeluarkan histamin dan produk asam arakhidonat yang menyebabkan perubahan vaskular pada radang akut. Sel mast juga dapat mengelaborasi sitokin seperti TNF yang berperan pada respons kronik yang lebih besar.



Kerjasama seluler pada radang kronik

Infiltrat jaringan limfositik pada radang kronik meliputi dua jenis utama limfosit, yaitu limfosit-B dan limfosit-T. Limfosit-B, pada saat kontak dengan antigen, cepat berubah menjadi sel plasma, yang merupakan sel khusus yang sesuai untuk produksi antibodi. Sedangkan limfosit-T bertanggung jawab pada sel perantara imunitas. Pada saat kontak dengan antigen, limfosit-T memproduksi berbagai faktor pelarut yang disebut sitokin yang memiliki sejumlah aktivitas penting:

    * Pengumpulan makrofag ke dalam area

Telah diketahui bahwa makrofag dikumpulkan ke daerah lesi terutama dipengaruhi oleh faktor penghambat migrasi (migration inhibition factors = MIF) yang akan mengikat makrofag dalam jaringan. Faktor pengaktif makrofag (makrofag activation factors = MAF) merangsang makrofag memakan dan membunuh bakteri.

    * Produksi mediator radang

Limfosit-T memproduksi sejumlah mediator radang, termasuk sitokin, faktor kemotaksis untuk neutrofil, dan faktor lain yang meningkatkan permeabilitas vaskuler.

    * Pengumpulan limfosit lain

Interleukin merangsang limfosit lain untuk membelah dan memberikan kemampuan membentuk sel perantara respons imun terhadap berbagai antigen. Limfosit-T juga bekerja sama dengan limfosit-B membantunya untuk mengenali antigen.

    * Destruksi sel target

Faktor-faktor seperti perforin diproduksi untuk menghancurkan sel lain melalui perusakan membran selnya.

    * Produksi interferon

Interferon γ, diproduksi oleh sel-T teraktivasi, mempunyai sifat antivirus dan pada saat tertentu mengaktifkan makrofag. Interferon α dan β, diproduksi oleh makrofag dan fibroblas, yang mempunyai sifat antivirus dan sel pembunuh alami yang aktif (activate natural killer cells = NK cells) dan makrofag.


Referensi

   1. Kumar V, Cotran R, Robbins S. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC; 2000. p. 56-63.
   2. Underwood JC. Patologi Umum dan Sistematik Vol 1. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1999. p. 247-54.


     


Tidak ada komentar:

Posting Komentar